3 Suku Ini Beda dan Unik dari Suku Lainnya di Indonesia
Ribuan pulau yang membnetuk nusantara ini memiliki berbagai latar belakang yang sangat beragam baik bahasa, suku adat istiadat agama dan kepercayaan. Keunikan Indonesia ini bahkan tercatat sebagai salah satu negara yang multi kultural tapi tetap damai dengan satu slogan yang mengakar dan menyatukan Bhineka Tunggal Ika yang berarti Berbeda-beda tapi satu Indonesia.
Di Indonesia ada lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia. atau tepatnya 1.340 suku bangsa menurut data sensus BPS tahun 2010. Suku Jawa adalah kelompok suku terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai 41% dari total populasi.Diantara ribuan suku bangsa tersebut ada suku-suku yang memilki kekhasan tersendiri yang sulit ditemukan di antara suku lainnya. Sebenarnya ada beberapa suku yang cukup unik baik dari segi tatcara hidup dan bersosialisai maupun dari segi kepercayaan dan lainnya.
Berikut ada 3 suku yang menurut saya adalah tiga suku yang cukup unik di Indonesia,
1. Suku Baduy
Berdasarkan catatan wikipedia Urang Kanekes, Orang Kanekes atau Orang Baduy/Badui merupakan kelompok masyarakat adat suku Banten di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Jumlah mereka kurang lebih 26.000 orang, dan mereka merupakan salah satu suku yang mengisolasi diri mereka dari dunia luar. Suku ini juga memiliki keyakinan tabu untuk didokumentasikan, terkhusus penduduk wilayah Baduy Dalam. Suku ini berada wilayah provinsi Banten dengan populasi kurang lebih 4 juta jiwa.
Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda.Jika berinteraksi dengan penduduk luar mereka terbiasa menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes Dalam tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat-istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.Mereka juga tidak mengenal sekolah karena pendidikan formal berlawanan dengan adat-istiadat mereka.
Bahkan mereka juga menolak usulan pemerintah untuk membangun fasilitas sekolah di desa-desa mereka, walaupun sejak era pemerintahan Soeharto telah berusaha memaksa mereka untuk mengubah cara hidup mereka dan membangun fasilitas sekolah di wilayah mereka, hingga saat ini mereka menolak usaha pemerintah tersebut. hal ini menjadikan mayoritas masyarakat Kanekes tmenjadi buta aksara.
Kepercayaan mayoritas orang Kanekes disebut sebagai ajaran Sunda Wiwitan, ajaran leluhur turun temurun yang berakar pada penghormatan kepada karuhun atau arwah leluhur dan pemujaan kepada roh kekuatan alam (animisme). Meskipun sebagian besar aspek ajaran ini adalah asli tradisi turun-temurun, pada perkembangan selanjutnya ajaran leluhur ini juga sedikit dipengaruhi oleh beberapa aspek ajaran Hindu, Buddha, dan di kemudian hari ajaran Islam. Suku ini mendapat angin segar ketika pemerintah membolehkan pencantuman kepercayaan lain di kolom agam di KTP.
2. Suku Bajau (Bajo)
Suku Bajau atau Suku Sama atau biasa disebut orang Bajo adalah suku bangsa yang berasal Kepulauan Sulu, di Filipina bagian Selatan. Suku ini termasuk suku nomaden yang hidup di pesisir pantai bahkan di atas laut, sehingga disebut gipsi laut. Suku Bajau menggunakan bahasa Sama-Bajau. Suku ini sejak ratusan tahun lalu telah menyebar ke negeri Sabah dan berbagai wilayah Indonesia."
Suku Bajau juga merupakan anak negeri di Sabah. Suku-suku di pulau Kalimantan diperkirakan bermigrasi dari arah utara atau Filipina Selatan sejak zaman prasejarah. Suku Bajo yang beragama Islam ini adalah gelombang terakhir migrasi dari arah utara Kalimantan yang memasuki pesisir Kalimantan Timur hingga Kalimantan Selatan dan menduduki pulau-pulau sekitarnya, lebih dahulu daripada kedatangan suku-suku beragama Islam lainnya seperti suku Makassar, Bugis dan juga suku Mandar. Saat ini, Suku Bajo attau Bajau telah menyebar hampir di semmua kepulauan Indonesia terutama Indonesia Timur, bahkan sampai ke Madagaskar. Suku Bajau yang menyebar mulai tinggal menetap dan berbaur dengan suku-suku lain di Indonesia.
Suku ini dikenal juga dengan nama suku Bajo, mereka menetap hampir pesisir pelosok nusantara, kehidupan maritim adalah warisan turun temurun yang lestari hingga saat ini. Rumah-rumah mereka kebanyakan berada diatas air dalam bentuk panggung. Jumlah suku bajo sendiri belum dapat dipastikan karena mereka sudah berbaur dan menyebar di pelosok nusantara. Suku ini tidak menutup diri dan saat ini anak-anak mereka bahkan banyak yang mengenyam pendidikan tinggi, hampir semua masayrakat suku Bajo memeluk agama Islam.
3. Suku Kajang
Suku Kajang atau yang biasa disebut sebagai masyarakat Ammatoa atau masyarakat Patuntung atau masyarakat kamase-masea adalah kelompok masyarakat lokal yang berdiam di Desa Tana Toa, Possi Tana dan wilayah Balagana, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan.Ada 2 model kehidupan masyarakat suku Kajang, yakni bagian dalam yang masih terisolasi dari dunia luar serta Daerah kajang bagian luar yang adalah daerah yang telah beradaptasi dan menerima peradaban teknologi seperti listrik dan lainnya, sangat bertolak belakan dengan suku Kajang bagian dalam yang tidak dapat menerima peradaban, itulah sebabnya di daerah kajang dalam tidak ada listrik bukan hanya itu apabila kita ingin masuk ke daerah kawasan ammatoa (kajang dalam)bahkan sendal pun tidak boleh dipakai ketika memasuki Kajang bagian dalam, karena sendal sudah termasuk bagian dari sebuah teknologi modern yang dianggap menyalahi aturan-aturan tardisi yang melekat.
Bentuk dan model tempat tinggal kedua kelompok ini juga berbeda satu sama lainnyaitu,bentuk rumah mereka sangat berbeda. Di kajang luar, dapur dan MCK terletak di bagian belakang rumah sama halnya dengan rumah-rumah pada umumnya, tidak seperti dengan kajang dalam (kawasan ammatoa) yang menempatkan dapur dan MCK di bagian depan rumah. Hitam adalah warna adat yang identik dengan suku ini, masyarakat luar yang ingin masuk ke kawasn ini juga harus mengikuti ciri khas tersebut dengan berpakain serba hitam.Artinya warna hitam bagi suku Ammatoa alahah bentuk dari persamaan hak dalam segala hal, semuanya sama tidak ada yang yang lebih baik antara yang satu dengan yang lainnya. prinsipnya hitam adalah sama.
Islam adalah agama mayoritas masyarakat Kajang. Namun demikian, mereka juga masih mempraktikkan sebuah kepercayaan adat yangbernama Patuntung. kepercayaan ini diartikan sebagai mencari sumber kebenaran.Suku Kajang percaya bahwa Tuhan adalah pencipta dari segala sesuatu, Maha kekal, Mahamengetahui. Mahaperkasa, dan Mahakuasa. Jumlah warga adat Kajang kurang lebih 3.947 orang. bahasa yang mereka gunakan juga agak berbeda dari bahasa Bugis atau Makassar yang umum digunakan masyarakat Sulawesi Selatan.Dalam kehidupan sehari-hari,masyarakat Kajang menggunakan bahasa daerah rumpun Bugis-Makassar yakni bahasa Konjo.
Itulah tiga suku di Indonesia yang memeilki keunikan tersendiri, semoga artikel ini bermafaat dan menambah wawasan kita tentang suku bangsa di Indonesia dan menambah rasa persatuan kita sebagai bangsa yang terikat dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Nur Muhammad Al Amin
Comments
Post a Comment